Jumat, 18 Oktober 2013

[Fanfic] A Simple School Life

A Simple School Life


A Naruto Fanfic By Meeeeh
Disclaimer: Naruto belong to Masashi Kishimoto

Warning : AU, OOC, Typo berkeliaran dan berkembang biak.

Perkenalkan, aku adalah Uzumaki Naruto, 16 tahun. Seorang pemuda yang tumbuh dengan normal, tidak memiliki skill khusus dalam hal apapun. Yah… semua skill yang aku punya adalah skill yang pas-pas, sesuai dengan apa yang aku bilang sebelumnya.
Dalam hal olah raga aku ga bisa dibilang sejago Inuzuka Kiba, tapi juga ga selambat Akimichi Choji. Dalam hal kesenian juga ga seberapa buruk, aku suka bermusik walau dalam keterampilan lain aku dapat skor merah. Lalu dalam akademik, hmm… masih bisa diusahakan selama tidak ada bagian berhitung! Demi dewa Jashin yang sedang henshin (?)! Siapa sih orang ga penting yang nyiptain pelajaran matematika?!!! Cukup bisa ngitung 1 + 1 aja kan semua udah beres, ga perlu itu yang namanya angka dikasih akar, pohon, dan keluarganya! Itu angka atau biji pohon toge(?) sih?!!

Well, lupakan soal toge gaje itu! Hmm, setidaknya aku harus bersyukur karena  setidaknya di sekolah ini aku tidak terlalu berada di peringkat terbawah dalam urutan akademik. Setidaknya masih ada si Tobi yang dulu mendiami kelas X selama 5 tahun dan selama 2 tahun belakangan ini masih betah menjadi murid kelas XI dan pas ditanya alasannya kenapa betah banget ga naik kelas, si Tobi bilang dia ga mau cepet lulus dan jadi cepet tua(sungguh alasan yang tidak masuk akal). Denger-denger nih, kebiasaannya menetap dikelas itu udah dilakukannya semenjak dia kelas 1 SD dan minimal jangka waktu menetapnya itu 3 tahun dimasing-masing tingkat (jadi kira-kira berapa tahun dia mengenyam pendidikan selama ini yah?). Aku juga bersyukur menjadi anak yang tak-bersinar-namun-tak-redup sehingga banyak teman-teman yang tidak tau tentang keberadaan-ku bahkan banyak anak-anak di kelasku yang tidak tau kalau aku ini ternyata salah satu murid kelas tersebut. Miris memang, namun tentu keberadaan yang undefined menguntungkan aku saat menghadapi para guru, setidaknya guru jarang sekali menyuruhku maju untuk mengerjakan soal-soal darinya.

Sebenarnya aku masih bisa menikmati bersekolah disini, karena aku memiliki beberapa sahabat dekat walau mereka semua berada di kelas yang berbeda denganku. Jangan tanya mengapa mereka bisa bertemu denganku, karena pertemuan kami ini benar-benar jauh sekali dari lingkungan sekolah. Mereka itu tetanggaku dan merupakan teman mainku semenjak aku kecil. Walau sekarang mereka sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing, setiap hari kami masih menyempatkan diri untuk berkumpul saat jam istirahat dan memakan bekal kami bersama di atap gedung. Hei! Ngomong-ngomong soal istirahat, barusan aku mendengar bel istirahat berbunyi.

Aku segera merapikan buku-buku yang bertaburan di mejaku lalu menyimpannya dibawah laci. Sedikit terburu-buru mengambil bento-ku dan ingin bergegas ke atap. Oh ya, aku lupa memberi tahu kalau kelas-ku berada di lantai 2 gedung sekolah dan kelas teman teman-temanku itu berada di lantai yang lebih atas dariku, jadi saat jam istirahat akulah yang harus paling terburu-buru menuju atap. Kalau aku telat, siap-siap saja deh mendapat deathglare dari para nakamaku itu. Huh, siapa yang mau mendapat deathglare dari mereka sih? Menakutkan sekali bila membayangkannya…

“Hei Naruto, terburu-buru sekali eh?” suara itu muncul dari arah belakangku.

“Oh, Shika… Iya, aku sudah ditunggu oleh teman-temanku di atap. Aku ga mau telat, kau tau kan mereka kalau marah itu seperti apa? Menakutkan sekali…” aku menampakkan ekspresi ketakutanku pada pemuda pemalas yang ada di depanku. Namanya Nara Shikamaru, dia adalah orang yang paling dekat denganku di kelas ini. Pemuda yang memiliki sikap super-duper malas ini sebenarnya anak yang sangat jenius di kelas, namun sayang karena sikap tukang tidurnya itu membuat dia menjadi anak yang ‘hampir’ tak terlacak di kelas kalau saja tak ada Anko sensei yang suka sewot kalau melihat ada murid yang tidur di jam pelajarannya. Jadilah anak-anak sekelas ‘menyadari’ keberadaannya, walau hanya diingat sebagai murid yang ‘tukang tidur’.

“Huh… Mendokusei…

“Kenapa memangnya Shika?”

“Padahal aku mau minta temani kamu mengerjakan tugas dari Iruka sensei tetapi karena kau sedang sibuk sepertinya aku harus mengerjakannya sendiri.”

“Eh? Minta tolong kerjakan tugas? Emangnya tugas apa?” aku mengerjap-ngerjapkan mataku. Tumben sekali dia minta tolong terhadapku mengenai tugas dari sensei.

“Dia menyuruhku membantu mengoreksi hasil tes kemarin. Katanya sebagai hukuman karena aku tertidur saat mengerjakan soal tes kemarin. Dasar! Padahal aku sudah mengerjakan semua soalnya! Mendokusei!”

“Hmm, memang kapan hasil tes itu harus selesai dikoreksi?”

“Hari ini…”

“Memang disuruh mengoreksi hasil tes kelas berapa?”

“Semua kelas yang diajari Iruka sensei, dari kelas XI-1 sampai XI-6. Huh… mendokusei…

“Sulit juga ya… Baiklah setelah makan siang aku akan mengusahakan membatumu. Eh, ngomong-ngomong sudah berapa lembar yang telah kau koreksi?”

“Belum sama sekali…”

“…” aku tak bisa berbicara apa-apa.

“Ahh… Mendokusei! Aku harus mengerjakan tugas itu sekarang.” dia mengalihkan perhatianku yang tadi sempat terhenti sesaat. “Kau bilang kau harus menemui teman-temanmu eh?”

“Astaga aku lupa! Jaa ne Shika! Maaf ga bisa banyak bantu ya!”

Aku berlari meninggalkan Shika menuju atap gedung. Oh tidak! Aku harus cepat sekarang! Uh~ aku harus menaiki tangga 3 lantai lagi untuk mencapai atap. Uh… mendokusei!!

-o-O-o-

BRAAAAAAAAK!!!!!

“Huwaaaa… Gomen ne! aku telat! Hosh hosh hosh!” aku sibuk mengatur napasku. Siapa sih yang tidak kehabisan napas kalau disuruh lari secepat mungkin menaiki tangga sebanyak 3 lantai? Kiba yang suka melakukan perjalanan a’la Ninja Hatori (mendaki gunung lewati lembah) saja masih ngos-ngosan kalau disuru narik truk pake gigi(?). Aku segera mengalihkan pandanganku ke arah 3 orang nakamaku yang sepertinya sudah datang beberapa menit lebih awal dariku.

“Ugggh! Bisa ga sih buka pintu lebih hati-hati sedikit, Dobe!” laki-laki dengan rambut raven dan ditata a’la pantat ayam itu memasang wajah betenya saat menatapku. Pemuda yang bernama Uchiha Sasuke ini adalah sahabat yang paling dekat denganku disini, mungkin karena dia yang pertama aku kenal di kompleks-ku saat aku kecil. Mungkin bisa dibilang kami sudah saling mengetahui kebaikan dan keburukan masing-masing.

“Hei Naruto-baka, kenapa lama sekali sih? Sudah 10 menit waktu kami terbuang hanya untuk menunggumu.” kali ini laki-laki yang memiliki rambut panjang sepinggang a’la bintang iklan shampoo yang menegurku. Dia bernama Hyuuga Neji, penerus clan Hyuuga yang terkenal itu. Diantara 3 nakama-ku yang lain, mungkin dialah yang sedikit lebih pengertian. Tapi kalau berhubungan dengan waktu yang terbuang, si tuan muda Hyuuga ini ga bisa kompromi. Mungkin dia tidak akan marah padaku, tapi dia biasanya menyindir dengan kata-kata yang lumayan… hmm… “padahal dengan 10 menit waktu yang terbuang, aku bisa melakukan hal yang lebih penting. Dengan waktu 10 menit, mungkin aku bisa menyelesaikan masalah perusahaan yang be…” menyebalakan mungkin?

“Iya… Iya… maafkan aku Neji-sama!” aku memotong. “Lagipula aku kan disini yang letak kelasnya paling bawah. Neji-sama dan si Teme ini kan di lantai 2, sedangkan kelas Gaara ada di lantai 3 jadi wajarkan aku yang paling terakhir sampai sini?!” aku membela diri.

Sedikit menarik napasku, aku melangkah menuju tempat nakama ku itu duduk. Tapi… tu… tunggu! Aku merasa ada aura kelam yang dari balik tubuh Neji. Aku melirik sedikit kearah sana, dan benar saja! Ternyata eh ternyata, dibalik rambut indah sang Neji-sama ada seekor*coret*, sebuah*coret* hm… seonggok*coret*, seorang lagi yang sedang duduk sambil memakan bento dengan lahap dan sehat(?) dan juga… dari tubuhnya tak henti mengeluarkan aura hitam… ughh… menakutkan~ Tapi! Bukan aura hitam yang menjadi permasalahan disini!

“Hei Panda!!!! Kenapa kau makan bekal duluan hah?!!!” aku marah sambil nunjuk-nunjuk mahluk berwajah panda yang lagi mengeluarkan aura mistiknya itu. Mukanya udah bete tingkat dewa, sampe berubah jadi ‘joker face’ kayak lagunya lady ngakngak *plak.

“…” tidak ada jawaban. Dia tetap memakan bento dengan nistanya.

“Hei! Jawab aku dooong?!” aku menatap penuh emosi dan nafsu (ingin membunuh) kearah temanku yang berambut merah itu. Laki-laki yang bernama Sabaku Gaara itu tetap tak memberi tanda-tanda kehidupan (?).

Tapi tiba-tiba dari belakangku ada yang menarik kecil seragamku. Aku menoleh kearah sang penarik itu, ternyata itu adalah si tuan muda Hyuuga. Dia menginterupsikan supaya aku menghentikan kegiatan berinteraksi dengan arwah penasaran *dibunuh Gaara* eh… maksudku dengan tuan Sabaku itu. Aku pun duduk diantara Sasuke dan Neji sambil membuka bento ku yang hanya berisi roti isi telur. Seandainya saja aku punya pacar, pasti setiap hari makanku terjamin karena ada yang membuatkan aku bento yang penuh rasa cinta dan ramen (?) di dalamnya.

“Itu semua gara-gara kau Dobe!” si Uchiha muda itu berbisik ke arahku sambil mengunyah bekalnya. Aku pun melirik sedikit isi bentonya. Di dalamnya tertata rapi nasi dan beberapa lauk serta tak ketinggalan tomat yang bertumpuk dibagian pinggiran nasi tersebut. Itu semua menggodaku (kecuali tomat yang menghiasi hampir seluruh pinggiran bento tersebut) terutama telur dadar yang ada disitu yang hanya ada satu. Begitu berkilauan~~

“Ano.. Sasuke… boleh aku… hmm… ano…” aku malu-malu mau lanjutin kata-kataku. Sasuke tetep lanjutin makanin tomat yang ada di sekeliling bentonya tersebut.

“Hei, aku sudah selesai dengan tomat-tomatku. Ada yang mau sisanya?” apa…? Apa tadi katanya? Sisa?? Jadi dia hanya memakan tomatnya saja? What the… tau kalau begitu tadi aku ajak dia tukeran bento!

“Berikan itu padaku!” tuan Panda bersuara dengan sedikit membentak. Segera mengambil bekal Sasuke dan melahapnya dengan tidak elitnya. Aku heran, rasanya ini bukan akhir musim gugur deh. Belum saatnya panda berhibernasi kan? Aku Cuma bisa bengong, mengerjap ngerjapkan mataku, lalu baru tersadar… TELUR DADAR KU?!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

“Terimakasih atas jamuannya…” dia meletakan wadah bekal milik Uchiha. Benar-benar habis tak bersisa. Aku hanya bisa menatap nanar kearah kotak bento itu. Mau marah tetapi aku tidak mau mengganggu mahluk yang katanya lagi bad mood itu.

“Hei Naruto!” terdengar suara berbisik lagi dari samping kananku. “Gaara lagi uring-uringan nih, sepertinya dia sebal tadi dimarahi habis-habisan oleh Temari-senpai… Jadi jangan diambil hati prilakunya yang seperti itu, maklumi saja dia yang seperti itu ya.”

“Oh” aku melirik ke arah Gaara. Sedikit lega karena ternyata bukan aku penyebab kemurkaannya. Tapi tetap bete karena telur-ku diambil… “Baiklah, aku mengerti Neji-sama, tetapi kenapa harus aku yang jadi korban kebeteannya sih?! Huh! Menyebalkan!” aku berikan tatapan sinisku terhadap panda berbulu merah tersebut, tapi sontak dibalasnya dengan deathglare yang mengerikan.

“Apa hah?!” Gaara akhirnya menanggapi. Walau deathglarenya belum juga hilang.

“Ah… Tidakkk…” aku menjawab dengan takut-takut. Tak berani menatap Gaara secara langsung.

“Kalian ini seperti anak kecil… sudah-sudah… lihat tuh si bocah Uchiha udah pergi duluan.”

“Eh?!!!” aku kaget. Dasar Teme sialan! Berani-beraninya meninggalkan teman-temannya.

Aku mengalihkan pandangan ku ke arah bento Neji yang ada di sampingku. Ternyata masih tersisia 2 onigiri. Huah! Aku mau! Pokoknya kali ini harus berhasil meminta! Yosh! Fight!

“Neji, aku boleh memakan oni…”

HAAAPPP

Aku bengong,kotak yang berisi  onigiri itu sudah berpindah tangan.

Onigirinya enak Neji. Siapa yang membuatnya?’

“Oh, Hinata yang membuatnya. Kalau kau suka, aku akan meminta dia membuat lebih buatmu.”

“Oh tentu saja, boleh juga ide-mu…” Gaara kembali mengunyah onigiri keduanya. Aku cuma bisa pundung sambil ngorek-ngorek hidung.

BRAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAK

“A… APA?!! HINATA YANG MEMBUATNYA?!!!” si Teme tiba-tiba datang tanpa dijemput padahal disini sedang ga ada pesta (Sasuke : lu kira gue jelangkung?!!).

“Ugggh! Bisa ga sih buka pintu lebih hati-hati sedikit, Teme!” aku mengopy kata-kata yang diucapnya saat tadi menyambutku.

“Huaahahaha… si Uchiha ini cemburu?! Wajahmu jelek sekali Uchiha kalau sedang menahan blushing! Seperti cumi-cumi penjual tako! HUAAAHAHAHAHAHAHAHA...” Gaara tertawa lepas, aku dan Neji hanya bisa sweatdrop sedangkan si Uchiha hanya bisa menahan wajah blushing yang lebih mirip seperti menahan keinginan kalau mau ke belakang. Memang lucu sih, tapi melihat perubahan wajah Gaara yang dramatis itu lebih membingungkan. “Hei Saskey aku besok mau dibuatin bekal loh sama adiknya Neji! Si Hinata-hime itu! Kau pasti iri kan?! Huahahahaha!” Dia tertawa sambil memasukkan potongan besar onigiri yang tersisa. Lalu… kau tau apa yang selanjutnya terjadikan?

“UHUUUK! A… aku~~~ bu…butuh a… air~!!! Uhuk uhuk!” Gaara bicara dengan efek dramalisasi, seolah ditimbun batu sebesar gunung. Aku dan Sasuke cuma bisa SWT namun tuan muda Hyuuga sudah tampak panik.

“Hei Gaara?!! Kau tak apa hah?!! Tu… tunggu… aku ambilkan air!!” Neji berlari keluar atap. Entah apa yang dia tuju, mungkin dia ke kantin membelikan minum buat Gaara. Aku dan Sasuke lagi-lagi hanya bisa menatap nanar sambil ber-SWT ria.

“Neji itu terkadang terlalu over-acted..” aku bicara ke diriku sendiri lalu mengalihkan pandanganku dari pintu atap menuju Gaara. “Padahal aku kan bawa mi…”

“TAHAN GAARA! AKU AKAN MENOLONGMU!!!” Sasuke berteriak, sambil berpose a’la Ultraman pas bilang ‘swat’ di balik punggung Gaara. Dengan muka yang terlihat… penuh dendam(?). OH MY GIGI?!!!!!!!!!!!!

BUUUAAKKKK

“Hoeekk…”

Akhirnya… keluarlah si isi onigiri yang nyangkut di tenggorokan Gaara dengan selamat pada pukul 13.13 lewat 13 detik(?). Ternyata isi dari onigiri tersebut adalah manisan plum bulat dengan diameter kira-kira 3 centimeter.

“Gimana? Sudah baikan Gaara?” Sasuke bertanya dengan wajah tanpa dosa.

“Ugh… well…” Gaara mencoba bangkit dari keterpurukan sehabis ‘ditolong’ Sasuke.

“Kau baik-baik saja Gaara?” aku bertanya menunjukkan perhatianku. Padahal sih udah tau jawabannya bagaimana.

TENG TENG TENG

“Aah… sudah masuk ya?” Sasuke memcahkan suasana yang sejenak sunyi itu.

“Hah?!! Udah masuk? Aku janji mau menemani Shikamaru mengerjakan tugas lagi! Aa… Gomen ne, aku ke bawah duluan ya teman-teman!” aku bergegas merapikan bekalku dan bersiap-siap meninggalkan atap.

“Ok! Oh ya Naruto, aku boleh menitipkan wadah bento ini ke Hinata? Kau satu kelas dengannya kan? Neji itu pergi tanpa membawa kotak bento ini, aku yakin kalau aku mengembalikan langsung ke dia pasti disuruh memberikannya ke Hinata. Mana mau dia membawa kotak bekal yang bergitu cewek begini…”

'“Oh… ok, siap tuan Panda!” aku tersenyum kearahnya.

“Hei tunggu! Aku ikut dengan-mu Dobe!”

“Eh? Ngapain? Kelasmu kan di lantai 4, jauh kalau ke tempatku.”

“A… aku ada perlu dengan… I… Itachi-nii!!!” terlihat jelas sekali wajahnya memerah. Kali ini tuan Uchiha itu tidak menyembunyikan wajah blushingnya, takut dibilang mirip cumi-cumi lagi sama si Gaara mungkin?

“Hahaha… ok, ayo ikut dengan-ku! Sepertinya kau tidak percaya sekali sih sama aku? Aku ga akan mengambil Hinata-mu itu kok!” aku terkekeh melihat tingkah laku Sasuke.

“Hei… aku bilang kan aku mau menemui Itachi-nii!”

“Hahaha, yayayaya… aku percaya… Ayo pergi! Aku tak enak sama Shika kalau aku telat sampai ke kelas.”

-o-O-o-


“TEMAN-TEMAN! AKU BAWA AIR MINUMNYA!!!”

BRAAAAAAK

“Hosh! Maaf… Tadi sensei memanggilku untuk mengurusi perihal klub… Hosh! Jadi aku sedikit te…”

Kriik kriiiik kriiiik

[suasana di atap kosong]
-o-O-o-



OWARI :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Happy Cat Kaoani